SEJARAH
MATARUMAH HATULESILA
DI HUKUNALO/ RUMAHTIGA (AMAN LUMA TELU)
PULAU
AMBON - MALUKU
Pada awal leluhur
Hatulesila di kenal dengan sebutan
Alifuru (alif = pertama dan uru = manusia) yang artinya manusia
awal/manusia pertama yang mendiami Nusa Huul (pulau awal ada/muncul), leluhur kami
Hatulesila atau dikenal dengan kapitan Hatulesi/Haturesi dijuluki Kapitan batu atau
kapitan batu tungku tiga lesihatuila atau Kapitan Pulau yang menjaga
pulau-pulau dan tanah adat dengan sumpahnya “ Sei Hale Hatu, Hatu Hale Ile”, adalah penduduk asli Nusa
Hatu/Nusa Ama artinya Pulau Batu/pulau Bapa (nama asli pulau Ambon) adalah Pattimura/Pattimula (artinya; raja awal/Raja Pertama) dari negeri raja-raja di Maluku dan
mendiami pulau Ambon sejak dahulu kala. Hatulesila
adalah soa Haubaga (suku Haubaga), Haubaga adalah nama dari leluhur awal yang memimpin Kerajaan Haubaga disebut dengan nama Upu Haubaga, masa itu leluhur kami sudah meyakini adanya
Allah/Tuhan yang bertahta di langit (Upu Lainite) adalah satu keyakinan para
leluhur adat disebut Kakehang, hidup dan berkembang tanpa ada suku lain, dan
berdiam di daerah pegunungan Karang Pari atau batu lingkar pulau merupakan Pusat Pulau Ambon namanya Hukunalo/Hukunala yang artinya tempat yang terpisah dan
berada dipegunungan ( Leihatu dan Leisila, sekarang dikenal dengan nama Jazira
Leihitu dan Leitimor ).
Hatulesila mengambil
seorang isteri bernama Anggolalain (penduduk Rumahtiga menyebutnya Anggola)
adalah saudara kandung dari leluhur Angkottameten
dan Semang yaitu leluhur dari negeri Wakal dan Hitumeseng. Mereka menempati
perbukitan Hatu Parinusa (batu lingkar pulau/pagar keliling) yang adalah daerah
pusat pulau Ambon, ikatan perkawinan ini bagaikan benang merah dimana
Angkottameten (Tomu Toto Hatu) dan Semang (Uweng) sampai saat ini memiliki
hubungan keluarga sekandung yang erat sebagai hubungan adat Pela Gandong dengan
Keluarga Hatulesila. Leluhur Hatulesila dikenal
sebagai seorang yang gagah berani, perkasa, dan selalu mengawasi serta
mengamankan seluruh wilayah kekuasaannya disebut maha titah (perintah besar)
karena kedudukan wilayah pemerintahannya terbesar dan tidak terbatas hanya di
pulau Ambon dan disebut LATU KAU (Raja Merah), yaitu raja adat, yaitu “raja
awal”, yaitu “patih mula” (Pattimura). Pemerintahannya secara turun temurun
selama berabat-abat sampai pada pemerintahan Latu Kau Willem Hatulesila.
Wilayah yang pernah
ditempati antara lain Hatu Pari Nusa (batu pagar pulau) Hatu Poko (Batu
Koneng/kuning), Labuhan Haiti Tirisema (teluk dalam daerah Poka), Tanjung Malis
(tanjung Martafons), kemudian menenpati Amakora (bapa menepati/tinggal) dan
meliputi labuhan Tuni Waya (tempat orang asli) disitulah tempat tinggal
penduduk asli pulau Ambon dimana klan Hatulesila tinggal dan menguasai wilayah
tersebut secara turun temurun meliputi Rumahtiga/Hukunalo, Baguala dan
Wainitu.
Masa penjajahan Inggris di Ambon, klan
Hatulesila telah mendaftar/meregistrasi dusun-dusun datty/adat negeri Rumahtiga
(register datty) pada tahun 1814, kepala datty/adat adalah Willem Hatulesila, registrer
datty tersimpan pada kantor Residen Amboina.
Ide penuisannya bagus, tetapi banyak kejanggalan, misalnya Hatuleisila berasal dari parinusa, ternyata daerah itu ada pada dusun dati Matrosong milik keuarga Mendes/da Costa, perkawinan antara Anggolain dengan Hatulesila masih perlu di liat lagi, karena selama ini orang Rumahtiga maupun Wakal dan Hitumessing tau bahwa hubungannya dengan matarumah Hunihua, meregister tanah dati pada masa penjajahan Inggris tahun 1814, rasanya tidak mungkin, karena 1814 itu masanya penjajahan belanda dan istilah dati itu ada pada masa Portugis di ambil dari kata'datio' artinya kepemilikan.
BalasHapus